Apa itu working capital (modal kerja) ?
===========
Ada istilah yang harus dipahami dalam dunia bisnis yaitu modal kerja.
Mereka yang ingin memulai perusahaan sendiri atau terlibat dalam pekerjaan keuangan perusahaan harus memahami apa itu modal kerja.
Modal kerja, juga dikenal sebagai modal kerja bersih, adalah perbedaan antara aset lancar perusahaan dan kewajiban lancar.
Kali ini artikel akan memperkenalkan modal kerja dan hubungannya dalam memaksimalkan pembiayaan operasional perusahaan.
Nilai modal kerja dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendek, sekaligus sebagai indikator status keuangan perusahaan.
Pengertian Working Capital
Working capital adalah modal kerja bersih yang didapat dari selisih antara aset perusahaan dengan liabilitas perusahaan saat itu. Yang merupakan aset perusahaan antara lain uang tunai, uang yang tersimpan di rekening bank, aset lain yang bisa diuangkan dengan cepat, serta tagihan-tagihan yang belum dibayar oleh pelanggan. Sedangkan liabilitas adalah jumlah hutang yang dimiliki perusahaan dan harus dibayar dalam kurun waktu tahun tersebut.
Menurut pendapat ahli, Kasmir (penulis buku manajemen keuangan), modal kerja adalah modal yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, modal kerja ini dapat diartikan sebagai investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek berupa kas, bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan dan aktiva lancar.
Sedangkan menurut Jumingan (2011:66), modal kerja merupakan jumlah dari aktiva lancar, berupa modal kerja bruto (gross working capital). Pengertian dari Jumingan ini termasuk dalam sifat kuantitatif karena menunjukan sejumlah dana yang dapat digunakan untuk kegiatan operasi jangka pendek. Waktu tersedianya tergantung pada jenis serta tingkat likuiditas dari unsur – unsur aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan.
Secara sederhana hal ini bisa diartikan sebagai uang yang tersedia untuk membiayai dana operasional perusahaan sehari-hari. Sebagai dana yang digunakan untuk operasional perusahaan tentu keberadaannya sangat penting. Semakin besar working capital yang dimiliki, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa perusahaan itu memiliki kinerja keuangan yang baik.
Selain itu hal ini juga bisa menjadi indikasi untuk mengetahui kesehatan finansial sebuah perusahaan. Semakin besar selisih antara aset yang dimiliki dengan hutang jangka pendek yang harus dibayarkan, maka bisa disimpulkan keuangan perusahaan dalam kondisi sehat. Sebaliknya jika jumlah hutang jauh melebihi aset yang dimiliki dan menghasilkan nilai yang minus, maka kondisi keuangan perusahaan tersebut sangat tidak sehat bahkan bisa menuju kebangkrutan.
Cara Menghitung Working Capital
Sebelum menghitung working capital sebuah perusahaan, data terlebih dahulu daftar aset yang dimiliki oleh perusahaan seperti jumlah uang yang dimiliki (baik tunai atau di rekening bank), tagihan tertunda, inventaris perusahaan, dan aset lain yang bisa dilikuidasi dalam waktu kurang dari 1 tahun. Aset-aset tersebut harus tersedia dalam waktu 12 bulan ke depan.
Setelah itu lakukan pendataan terhadap liabilitas perusahaan. Yang termasuk dalam liabilitas adalah tagihan hutang, gaji karyawan, tagihan pajak, dan cicilan hutang jangka panjang yang harus dilunasi. Semua hutang tersebut harus jatuh tempo dalam waktu 12 bulan ke depan.
Hitung jumlah total aset (current assets) dan liabilitas (current liabilities) yang dimiliki, lalu hitung working capital perusahaan dengan rumus yang mudah seperti di bawah ini:
Working Capital = Current Assets – Current Liabilities
Contoh yang paling mudah misalnya, aset sebuah perusahaan adalah Rp 200 juta dengan jumlah hutang Rp 125 juta. Maka working capital perusahaan tersebut adalah Rp 75 juta. Meski jumlahnya masih di bawah hutang yang dimiliki, angka tersebut menunjukkan modal kerja positif, yang artinya perusahaan tersebut akan mampu membayar hutangnya.
Jika margin antara working capital dengan liabilitas sangat tipis atau bahkan lebih kecil, maka perusahaan tersebut dapat dipastikan tidak mampu membayar hutangnya dalam waktu dekat.
Analisis lebih mendalam terhadap working capital sangat diperlukan untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi keuangan sebuah perusahaan. Metode lain yang dapat digunakan dalam analisis antara lain adalah receivables ratio, inventory-turnover ratio, current ratio, quick ratio, dan days payable.
Working Capital Ratio
Indikasi kondisi finansial sebuah perusahaan bisa dilihat dari rasio working capital yang dimiliki. Cara menghitungnya bisa menggunakan rumus berikut ini:
Working Capital Ratio = Current Assets / Current Reliabilities
Contoh Perhitungan 1
Suatu perusahaan dengan aset sejumlah Rp 200 juta, sebuah perusahaan memiliki hutang jangka pendek sebesar Rp 125 juta yang harus dibayarkan dalam waktu 12 bulan ke depan. Maka penghitungannya adalah
Rp 200.000.000 / Rp 125.000.000 = 1.6
Dengan working capital ratio 1.6, maka dapat dikatakan kondisi keuangan perusahaan sangat baik. Jika Anda ingin menaikkan rasio working capital menjadi angka 2 atau seterusnya, maka Anda harus lebih giat membayar hutang dan meningkatkan angka penjualan perusahaan.
Jika working capital ratio ada di bawah angka 1, itu artinya kondisi keuangan perusahaan dalam bahaya. Jumlah hutang lebih banyak dibandingkan dengan aset yang dimiliki, sehingga perusahaan kesulitan untuk membayar hutang. Rendahnya rasio working capital menjadi indikasi awal perusahaan yang akan bangkrut.
Jika rasio working capital berada di angka 2 atau di atasnya, maka perusahaan tersebut memiliki banyak aset yang bisa digunakan untuk mendukung operasional perusahaan.
Contoh Perhitungan 2
PT Alpha Cahaya Mandiri memiliki aset senilai Rp 400.000.000 dan total hutang jangka pendek senilai Rp 100.000.000. Maka nilai working capital PT Alpha Cahaya Mandiri adalah :
= Rp 400.000.000 – Rp 150.000.000
= Rp 250.000.000
Sedangkan working capital rationya adalah sebesar :
= 400.000.000 / 150.000.000
= 2.6
Melalui hasil perhitungan tersebut, bisa disimpulkan bahwa kondisi kesehatan PT Alpha Cahaya Mandiri terbilang baik. Hal itu karena mereka masih sanggup untuk membayar hutang dagang perusahaan. Jika ingin meningkatkan nilai rationya, PT Alpha Cahaya Mandiri harus meningkatkan keuntungan dan tidak melakukan penundaan pembayaran hutang. Secara teori, working capital ratio yang buruk bernilai di bawah 1.
Konsep dan Definisi Dasar Modal Kerja
Bila anda sudah mengerti bagaimana melihatnya dari sudut rasio analisis, Maka berikutnya kita akan masuk ke inti dari Modal Kerja itu sesungguhnya.
Tujuan manajemen modal kerja
Mengelola aktiva lancar dan hutang lancar agar terjamin jumlah net working capital yang layak diterima (acceptable) yang menjamin tingkat likuiditas badan usaha
Kebijakan modal kerja secara umum akan tercermin dalam current ratio, quick ratio, cash turnover, inventory turnover dan DSO
Manajemen perusahaan mempunyai tugas mengelola semua aktiva yang dimiliki perusahaan secara efisien dalam menciptakan sarana dan prasarana penjualan.
Aktiva perusahaan terdiri dari, aktiva lancar (current assets) atau aktiva operasional dan aktiva tetap (fixed assets). Komponen aktiva lancar meliputi: kas, efek, piutang dagang dan persediaan, sedangkan komponen aktiva tetap meliputi: aktiva tidak bergerak (tanah, gedung bangunan) dan aktiva bergerak (mesinmesin, peralatan).
Seluruh komponen aktiva lancar dan aktiva tetap dalam aktivitas perusahaan atau operasional merupakan sumber daya (resources) yang harus dikelola secara efisien
Aktivitas operasi merupakan sumber utama laba perusahaan oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan yang tepat agar efisiensi dan efektifitas perusahaan tercapai.
Dalam pengelolaan aktiva lancar (modal kerja), perusahaan menghadapi fundamental tradeoff antara modal kerja (likuiditas) dan laba (profitabilitas) yang dihasilkan.
Modal kerja dibutuhkan untuk menjalankan usaha dan makin besar penahanan modal kerja makin kecil risiko kekurangan dana, dengan demikian menurunkan risiko operasi perusahaan. Akan tetapi, menahan modal kerja memerlukan biaya, misal jika persediaan terlalu besar perusahaan akan mempunyai aktiva yang menghasilkan pengembalian nol atau negatif jika biaya penyimpanan dan kerusakan tinggi.
Selain itu perusahaan harus mendapatkan modal untuk membeli aktiva, seperti persediaan, dan modal ini mempunyai biaya, sehingga laba dapat berkurang akibat kelebihan aktiva (persediaan, piutang atau bahkan kas).
Jadi ada tekanan untuk menahan modal kerja pada jumlah minimum yang cukup untuk mendukung pengoperasian bisnis yang lancar
------
Komentar
Posting Komentar